0%
Posted inAfternuun

Sejarah Pergulatan Wacana Kesenian dan Kebudayaan; 1950 – 1966

Pengantar

Tahun 1950 hingga 1960-an merupakan masa-masa yang sangat kompleks dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari intervensi perang dingin, benturan ideologi, hingga afiliasi seni dengan kekuasaan. Di masa ini, karya seni (sastra, musik, lukisan, ludruk, dan sebagainya) telah menjadi instrumen yang paling efektif dalam menyebarkan paham ideologis tertentu. Uniknya, kehadiran bias kepentingan politis dalam pertunjukan seni merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Bahkan, atas nama ideologi, mereka tidak segan-segan memanfaatkan seni dan kesenian sebagai alat elektoral semata. Itulah mengapa sebagian orang beranggapan bahwa organisasi kesenian di awal kemerdekaan tak lebih dari sekedar perpanjangan kaki tangan kekuatan politik.

Dari sekian banyak organisasi kesenian yang ada, satu-satunya yang terbesar adalah Lembaga Kebudayaan Rakyat atau (Lekra). Lekra didirikan pada tahun 1950 atas inisiatif D.N Aidit, Lukman Nyoto, Joebaar Ajoeb dan teman-temannya yang berada di seberang kiri jalan. Sejak pendiriannya, organisasi cap realisme sosialis ini mampu mempengaruhi hampir di seluruh bidang kesenian, pendidikan dan kebudayaan. Tidak ada organisasi kesenian di dunia ini yang sebesar dan seberkuasa Lekra.

Ekspansi Lekra yang begitu masif kemudian menemukan kontra-argumennya dengan lahirnya organisasi-organisasi kesenian yang berlandaskan Islam, seperti Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI) dan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi). HSBI didirikan pada 1956 atas inisiatif H. Abdullah Aidid. Sedangkan Lesbumi merupakan organisasi bentukan Nahdlatul Ulama melalui Malik, Usmar Ismail dan Asrul Sani pada tahun 1962. Meskipun HSBI dan Lesbumi tidak mempunyai media dan jaringan sebesar Lekra, kemunculannya tetap berimbas pada meningkatnya sentimen negatif dalam atmosfer kebudayaan nasional pada waktu itu.

Situasi kebudayaan yang mencekam di atas semakin diperparah dengan kemunculan Manifes kebudayaan – atau orang Lekra menyebutnya “Manikebu” – pada tahun 1963. Manikebu didirikan oleh H.B Jassin, Wiratmo Soekito, Taufiq Ismail dan lainnya dengan membawa semangat kebudayaan berbasis humanisme universal. Sayangnya, organisasi ini setahun kemudian dilarang oleh Soekarno karena dianggap bertentangan dengan Manipol Negara. Tentu sudah menjadi rahasia umum jika pelarangan tersebut tak lepas dari peran orang-orang Lekra.

Bagai bara dalam sekam, perebutan ruang kebudayaan yang tak sehat lambat laun berubah menjadi konflik struktural di antara para seniman. Dari mulai tuduhan plagiasi, pemboikotan gedung-gedung pertunjukan, hingga teror dan ancaman pembunuhan. Semua konflik tersebut selalu diwarnai dengan motif politik ideologis. Ritme dan dinamika pergerakannya pun juga ditentukan oleh konstelasi politik. Itulah mengapa peta wacana kebudayaan di Indonesia berubah drastis sejak diterbitkannya TAP MPRS No. 25 Tahun 1996 sebagai imbas dari peristiwa G30SPKI. Lekra yang sebelumnya berada di puncak, kini diinjak-injak dan menjadi sasaran pemusnahan masal.

Cuplikan peta wacana di atas merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah kesenian dan kebudayaan di Indonesia. Namun yang menjadi pertanyaan adalah; apakah perebutan ruang kebudayaan di atas hanya sebatas persoalan masa lalu? Sejauh mana nalar ideologis masing-masing organisasi tersebut masih dapat diidentifikasi di zaman ini? Misalnya pada struktur tulisan karya sastra? Atau pilihan warna pada suatu lukisan? Barang kali persoalan-persoalan inilah yang akan dibahas panjang lebar dalam diskusi Afternuun School bersama narasumber Adhi Pandoyo. Diskusi ini merupakan program Afternuun School semester pertama, sesi ke – 2 yang akan dilaksanakan pada 11 Oktober 2022 jam 19:00 WIB di Student Center UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Program ini bersifat gratis dan terbuka untuk umum.


Sanggar Nuun

Sanggar Nuun

Ibarat sebuah pelayaran, Sanggar Nuun merupakan perahu, semacam Bahtera, komunitas kesenian: Musik, Teater, Sastra dan Seni Rupa ada di dalamnya.

Tinggalkan Balasan