logo
  • Home
  • Divisi
    • Divisi Satra
    • Divisi Musik
    • Divisi Teater
    • Divisi Seni Rupa
    • Divisi Media & Dokumentasi
  • Gallery
  • Info
    • Sekretariat
    • After Nuun
    • Majreeha
    • Shop
    • My account
  • Blog
  • Contacts
  • About
  • Rp0
logo
  • Rp0
  • Home
  • Divisi
    • Divisi Satra
    • Divisi Musik
    • Divisi Teater
    • Divisi Seni Rupa
    • Divisi Media & Dokumentasi
  • Gallery
  • Info
    • Sekretariat
    • After Nuun
    • Majreeha
    • Shop
    • My account
  • Blog
  • Contacts
  • About
  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram
  • Youtube

Pengantar Produksi Sastra “Kita Kata Kota”

Date:  April 18, 2019
Author:  adminsanggar
Category:  Seni Rupa, Wacana
Comments:  0
Pengantar Produksi Sastra “Kita Kata Kota”

Saat ini dunia sedang menampakkan wajah baru. Di mana manusia hidup di luar kesadaran dirinya, dan bergerak dalam pola kebudayaan komunikasi yang carut marut. Tidak ada lagi ruang pembatas untuk menjangkau segala kebutuhan yang kita inginkan. Segalanya melebur dalam satu kesatuan yang dapat dengan mudah kita akses melalui beragam alat buatan seperti: teknologi, yang kecerdasannya jauh melebihi kecerdasan manusia itu sendiri. Dengan bantuan alat tersebut, manusia semakin berfantasi dalam gaya dan pola hidup –konsumerisme. Di mana saat ini, sebuah barang bukan lagi dilihat dari segi fungsi. Tapi nilai, citraan, dan strata sosial yang disematkan paling awal. Orang memakai gelang emas bukan lagi sebagai fashion, melainkan lebih terhadap nilai dan pengakuan strata sosial yang diagung-agungkan.

Seiring dengan dengan rancunnya pola kehidupan seperti itu, tanpa sadar manusia dihadapkan pada problem yang sangat kompleks. Problem tersebut bukan hanya tentang apa yang ada di luar dirinya, seperti: Kesenjangan sosial  yang dilatar-belakangi permasalahan ekonomi yang tidak merata. Melainkan, kita juga dihadapkan pada problematik yang ada di dalam diri kita masing-masing.

Dalam kondisi yang telah mencapai titik hiper-realitas, manusia terjebak dalam perasaan yang dibangunnya sendiri. Rasa keterasingan, ketidak-amanan, ketidakpastian mengenai identitas, dan kebenaran semu yang diproduksi oleh ke-aku-an sebagai bangunan rasa atau logika kebudayaan. Berangkat dari kesadaran terhadap ke-aku-an yang demikian, maka penghapusan ke-aku-an menjadi “KITA” adalah sebuah perlawanan alternative atas pengkotak-kotakan yang demikian.

Fenomena itu terus berkembang menjadi riuh di berbagai ruang sosial, budaya, ekonomi, politik yang tidak mau kalah mengambil bagian sebagai bentuk eksistensi. Keriuhan tersebut dipicu oleh kata “aku” yang tidak mau menjadi “kita.” Sehingga dampak yang terjadi adalah keriuhan, hujat-menghujat, dan saling menjatuhkan satu sama lain. Hal itu, tentu juga dipicu oleh “KATA” sebagai media komunikasi yang sudah mengalami pergeseran makna. Saat ini, bahasa tidak lagi berfungsi sebagai media komunikasi, lebih dari itu, ia juga merupakan pisau tajam yang siap melukai semua lawan. Peristiwa seperti ini, juga tidak lepas dari peranan kota yang menjadi simbol perkembangan zaman. Keegoisan, keriuhan, hujat menghujat dan saling menjatuhkan satu sama lain semakin marak kita temukan di per”KOTA”an.

Saat ini, manusia dihadapkan pada zaman modern, di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat, dan membuat penghuninya dituntut untuk tidak ketinggalan informasi. Banyak para ilmuan yang berusaha membuat istilah-istilah baru dalam menafsiri zaman saat ini. Seperti contoh: Jean Baurdilard, dengan istilah “hipper Reality, Simulakra, dll.” Kemudian, disusul lagi dengan istilah-istilah lain yang muncul seperti, “HOAX, OMG, SPAM, HASTAG, OTT, PLANNING dan lain-lain yang semuanya mempengaruhi pola hidup dan berkomunikasi lapisan masyarakat.

Tidak menutup kemungkinan zaman yang akan datang “KATA”  akan mengalami perubahan secara terus menerus sesuai dengan kondisi zaman itu sendiri. Sebagai manusia yang bergelut dalam bidang kesenian, khususnya sastra, kita mempunyai peranan penting untuk mengaktifkan kembali bahasa yang mulai pudar (jarang digunakan) sebagai pengkayaan perbendaharaan bahasa yang tidak hipper-realitas. Hal inilah yang kemudian menjadi landasan proses kreatif divisi sastra dalam membaca fenomena tersebut.

Merujuk pada sebuah opini yang berjudul “Kita Kata Kota,” yang diusung menjadi tema besar proses sastra ”SANGGAR NUUN” kali ini, tidak lain dan tidak bukan, hal itu sebagai ruang alternatif dalam menampung, merepresentasikan, sekaligus mengembangkan hasil pembacaan terhadap realitas sosial-budaya, dalam mencipta karya seni –khususnya sastra. Tema tersebut merupakan satu kesatuan tak terpisahkan sebagai sebuah tema karya sastra yang pada dasarnya terjadi di setiap segmen kehidupan masyarakat akhir-akhir ini. “Kita” sebagai manusia dengan segala sifat dan tugas kemanusiannya, patut merenungi kembali setiap detail persoalan untuk merajut kedamaian dalam kehidupan. Tema “Kita Kata Kota” ini, juga merupakan cara pandang atas bagaimana kita sebagai subjek mampu memahami objek yaitu kota dengan kata-kata sebagai konjungsi. Sederhananya “Kita Kata Kota” adalah upaya memanusiakan manusia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing di tengah kemajemukan dalam menjaga persatuan.

Sebagai pengantar landasan kreatif, kami rasa pengertian diatas cukup untuk  memberikan gambaran secara sederhana mengenai latar belakang proses pembacaan (kepekaan) terhadap realitas yang sedang kita hadapi sekarang. Sebagaimana kita ketahui, realitas yang terjadi di luar kita tidak tetap (Stagnan), tetapi berkembang dan terus berkembang menuju kesempurnaan sesuai dengan kondisi zaman.

Oleh: Hamdani Malik, 2019

Sanggar NuunSastraWacana
0
Facebook Twitter Google Pinterest
Prev (P)
Next (N)

Recent Posts

placeholder

Nietzsche, Kritik Atas Moral

Date:  Maret 17, 2019
placeholder

Ndang Nggawe Gawe

Date:  Februari 14, 2020

Leave a Comment Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pos-pos Terbaru

  • Press Release Pementasan Teater “Belum Usai” Produksi Teater Sanggar Nuun Yogyakarta ke-XX
  • Asal Usul Fiksi Apocalyptic dan Post-apocalyptic
  • Singularitas Teknologi: Antara Ancaman dan Kemajuan
  • Manhattan Project: Atara Perang dan Perdamaian
  • Skenario Kepunahan Manusia dan Gerak Sejarah Hari Ini

Komentar Terbaru

    Instagram

    This error message is only visible to WordPress admins

    Error: No connected account.

    Please go to the Instagram Feed settings page to connect an account.

    Tags

    Agama Apocalyptic Artikel Kebudayaaan Musik Naskah Okultisme Post Apokaliptik Produksi teater Puisi Sanggar Nuun Sastra Seni Pertunjukan seni rupa TBY Teater Wacana

    Categories

    • Musik (2)
    • Sastra (12)
    • Seni Rupa (2)
    • Teater (3)
    • Umum (2)
    • Wacana (13)

    Latests Posts

    • Press Release Pementasan Teater “Belum Usai” Produksi Teater Sanggar Nuun Yogyakarta ke-XX
      Date:Maret 15, 2020
    • Asal Usul Fiksi Apocalyptic dan Post-apocalyptic
      Date:Februari 27, 2020
    • Singularitas Teknologi: Antara Ancaman dan Kemajuan
      Date:Februari 24, 2020

    Photo Stream

    © 2020 Sanggar Nuun

    Find Us Here

    Omah Nuun,
    Jl. Sorowajan Baru
    Gg. Dieng, Banguntapan,
    Bantul, DIY. 55198.

    Want to Say Hi?

    Phone: 0822 1877 7084
    Email: @sanggarnuun.or.id

    Also Visit Us On

    Twitter
    Facebook
    Instagram
    Youtube