Menikam Jejak Konsep Dramaturgi
Ibaratnya seperti jembatan, dramaturgi menghubungkan makna (penonton) dengan tindakan (aktor).
Kehidupan tidak akan pernah lepas dari hubungan kausalitas. Sesuatu tak pernah terjadi jika tak ada sebab yang mendahuluinya. Terlepas dari ranah yang tak dijangkau oleh kausalitas, perilaku manusia dalam kehidupan dapat dicerna jika dapat memahami kausalitas tersebut. Dalam konteks teater, dramaturgi mempelopori kehadiran tersebut.
Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Situasi dramatik yang seolah-olah terjadi diatas panggung sebagai ilustrasi untuk menggambarkan individu-individu dan interaksi yang dilakukan mereka dalam kehidupan sehari- hari. Secara ringkas dramaturgis merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas.
Erving Goffman seorang tokoh sosiologi yang mempunyai pengaruh besar pada abad 20 dengan memperkenalkan konsep dramaturgi dalam bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”. Dramaturgi dari Goffman memiliki konsep yang lebih bersifat penampilan teater atau pertunjukan diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut.
Dalam konsep dramaturgi, makna bukanlah warisan budaya, bukan juga hal yang statis yang terus dilestarikan, akan tetapi ia suatu pencapaian dari problematika manusia yang penuh dengan pembaharuan, perubahan. Karenanya, pemaknaan akan terbatas dari visual yang dihadirkan melalui panggung. Usaha aktor-lah untuk menyediakan keperluan dalam pementasan agar makna tersebut dapat ditangkap melalui kacamata penonton.
Aktor tidak berfokus pada apa yang ingin dan sedang dilakukan, serta mengapa ia melakukannya. Aktor hanya berfokus pada bagaimana mereka dapat melakukannya. Semacam ada ingatan masa lalu yang bekerja dalam konsep dramatugi. Ada keinginan untuk mengelola kesan agar dapat tumbuh kepada orang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, aktor harus mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya. Pengembangan tersebut harus dianalisis dan ditata. Di sinilah frame bermain. Gambaran dunia yang dimasuki aktor diorganisasikan sehingga pengalaman tersebut menjadi berarti dan bermakna.
Teori dramaturgi memiliki keunikan tersendiri dimana model teoritisnya dari teori sosial mikro lainya. Diantara perbedaan itu adalah mengenai penerapan konsep panggung depan dan panggung belakang yang selama ini lepas dari pengamatan sosial. Kehidupan sosial menurut Goffman dibagi menjadi dua wilayah: wilayah depan “front region” dan wilayah belakang “back region”. Wilayah depan digambarkan sebagai sebuah panggung sandiwara yang sedang ditonton oleh khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang merupakan wilayah dibelakang panggung sebagai tempat aktor untuk mempersiapkan diri guna memainkan perannya di panggung depan.
Dalam komunitas kesenian Sanggar Nuun, dramaturgi memiliki ke-khasan, mengikuti orientasi teater versinya, yaitu eksistensialisme-humanis. Dramaturgi yang akan berjalan dalam rangkaian teater Sanggar Nuun tentu tak akan jauh dari landasan di atas. Dramaturgi biasanya adalah orang tua Sanggar Nuun, yang berfungsi menajamkan kembali ide atau gagasan yang akan dibawa oleh sutradara. Dan biasanya, dramaturgi akan berjalan intensif, setiap selesai latihan.
Koh Lie Hyong (2024)