Akademisi dan Literasi; Sebuah Fenomena Pendidikan di Indonesia
Pengantar
Indonesia merupakan salah satu negara dengan indeks literasi terendah di Dunia. Dari survey yang dilakukan Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 menyebutkan bahwa indeks literasi siswa Indonesia menempati urutan ke 10 terbawah terendah di dunia dari 79 negara yang berpartisipasi. Data yang disebut UNESCO barangkali lebih mengenaskan lagi; persentase minat membaca siswa Indonesia adalah 0.001%. Ini berarti dari 1.000 orang hanya ada 1 orang yang memiliki minat baca.
Rendahnya kompetensi literasi di atas juga berlaku di kalangan akademisi (mahasiswa). Berbagai sumber mengatakan bahwa kualitas dari penelitian-penelitian yang diterbitkan oleh para mahasiswa Indonesia, terbilang cukup memprihatinkan. Dari copy paste hingga joki skripsi; fenomena ini merupakan permasalahan umum di semua universitas di Indonesia. Padahal, literasi merupakan elemen penting bagi kemajuan sebuah negara. Dan literasi bukan hanya semata-mata membaca atau menulis, tetapi juga memahami dan mengimplementasikannya di kehidupan nyata.
Secara kuantitas, publikasi penelitian Indonesia mungkin menempati posisi menengah di antara negara-negara tetangga. Sayangnya, hal tersebut tidak diimbangi dengan kualitasnya. Tingkat kualitas penelitian di Indonesia terbilang cukup memprihatinkan. Ini dapat dilihat dari sitasi atau seberapa banyak suatu publikasi ilmiah itu dikutip oleh peneliti lain secara global.
Universitas jelas berperan besar dalam menjalankan “supply and demand” sebuah kualitas ekosistem pengetahuan. Universitas dituntut aktif untuk mereformasi diri karena problem struktural Lembaga Pendidikan Tinggi masih menjadi faktor penentu kualitas publikasi di negeri ini. Sementara, banyak mahasiswa muda hari ini kelak menjadi pemangku kebijakan negara. Oleh karena itulah pada tahun 2022, Negara masih mempertahankan alokasi 20% dana APBN atau Rp 621,3 triliun untuk sektor pendidikan.
Terlepas dari peran universitas dan lembaga pendidikan yang dituntut aktif dalam meningkatkan kualitas literasi mahasiswa, barangkali persoalan pokok itu justru ada di dalam diri mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa – atau yang sering disebut dengan jargon “Agent of changes” – alih-alih menjadi pionir dalam memajukan literasi, kini dihadapkan dengan persoalan pribadi sebelum menjadi beban statistik negara. Tentu terdapat banyak faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi minimnya kompetensi literasi mahasiswa, seperti motivasi diri, keterbatasan bahasa, resiliensi, lingkungan, metode pengajaran, sarana yang tersedia, dan seribu alasan lainnya. Meskipun demikian, fenomena tersebut membuat kita bertanya-tanya; mengapa kemampuan literasi mahasiswa belum maksimal meskipun telah memperoleh akses Pendidikan yang cukup?
Barangkali pertanyaan inilah yang akan menjadi salah satu topik pembahasan utama dalam diskusi Afternuun School bersama narasumber A. Wahyu Sudrajat. Lebih dari sekadar membahas problematika fenomena akademisi dan literasi di Indonesia, pada diskusi ini mungkin juga akan dibahas bagaimana menjalankan suatu program penelitian atau tulisan yang baik, memenuhi kaidah jurnalistik dan layak untuk dibaca. Diskusi ini merupakan program Afternuun School semester pertama, sesi ke – 2 yang akan dilaksanakan pada 4 Oktober 2022 jam 20:00 WIB di Student Center UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Program ini bersifat gratis dan terbuka untuk umum.