0%
Posted inAfternuun

Afternuun School; Dulu, Kini dan Nanti (Sharing session)

Organisasi bersama ruang diskusi yang hadir di sudut-sudut kampus telah bermunculan dan tenggelam silih berganti seturut perkembangan trend kritisisme di lingkungan akademik. Ada yang bertahan lama, ada juga yang hilang beberapa bulan saja. Dari banyaknya ruang tersebut, hampir semuanya dapat diakses secara terbuka, tentu dengan orientasi, kultur, nilai dan tema tersendiri; dari persoalan fikih, hingga gerakan ideologi politik, setiap ruang selalu menyimpan bias kepentingannya sendiri; entah itu berorientasi pada moral, pengetahuan, ataupun “titipan”. Dari sini terlihat bahwa ada hal yang mendesak dan urgen untuk menginisiasi lahirnya sebuah ruang diskusi. Afternuun misalnya, merupakan ruang yang diciptakan untuk mempercepat jalannya suatu proses pengayaan wacana berkesenian di Sanngar Nuun.

Afternuun School pertama kali dibentuk sekitar tahun 2007. Pada awalnya, Afternuun diinisiasi sebagai bentuk kepedulian komunitas Sanggar Nuun pada seluruh anggotanya atas kebutuhan peningkatan literasi dalam berkesenian. Dalam diskusi-diskusi yang berlangsung di awal kemunculannya, orientasi pembelajaran Afternuun lebih dimaksudkan sebagai pengembangan pemikiran komunitas tentang suatu proses seni dan kebudayaan. Misalnya, ketika Sanggar Nuun hendak mementaskan suatu karya – entah itu musik, sastra atau teater – biasanya didahului oleh sebuah proses pengayaan wacana di dalam Afternuun. Oleh karena itulah, ia sering dimengerti sebagai tempat kuliah bagi orang-orang yang “berkebutuhan khusus”.

Seiring berjalannya waktu, berbagai diskusi yang diadakan di Afternuun telah berkembang ke persoalan yang lebih luas lagi dan tidak hanya berfokus pada bidang kesenian semata. Beberapa isu yang diangkat dalam perkembangan ini, misalnya, berlangsung di ranah filsafat, politik, sosial, semiotika, sejarah, media, hingga kebudayaan kontemporer. Meskipun demikian, isu-isu yang diangkat itu sebenarnya secara implisit maupun eksplisit selalu menemukan relevansinya dalam atmosfer nalar kebudayaan Sanggar Nuun. Di sisi lain, orientasi kajian yang lebih luas dianggap lebih efektif mengingat berbagai kajian yang sifatnya praktis secara perlahan sudah diambil alih oleh divisi-divisi yang terkait. Sementara, posisi Afternuun berada di luar dari divisi kesenian Sanggar Nuun itu sendiri.

Menariknya, meskipun bergerak di ranah distribusi pengetahuan, pemanfaatan literasi dan wacana kesenian, entitas ini belum diatur secara de jure, bahkan tidak disebut sama sekali di dalam AD/ART maupun GBHSN itu sendiri. Selain itu, ia juga tidak pernah dituntut pertanggungjawaban apa pun di dalam musyawarah-musyawarah yang ada. Tentu ini menimbulkan beberapa pertanyaan; apakah keberlangsungan ruang diskusi ini hanya sebatas didasarkan pada basis kultural semata? Seberapa penting Afternuun untuk dipertahankan dalam komunitas? Konsekuensi-konsekuensi apa yang muncul dari ada atau tidaknya Afternuun? Benarkah kelahiran Afternuun diawali sebuah motif politis terhadap kampus? Seperti apa Afternuun dahulu, hari ini, dan nanti? Jawaban, masukan, ide dan gagasan yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan inilah yang barangkali menjadi bahan pertimbangan tersendiri dalam menentukan eksistensi Afternuun di kemudian hari. Wallahu a’lam bish-shawab.


Sanggar Nuun

Sanggar Nuun

Ibarat sebuah pelayaran, Sanggar Nuun merupakan perahu, semacam Bahtera, komunitas kesenian: Musik, Teater, Sastra dan Seni Rupa ada di dalamnya.

Tinggalkan Balasan